Bermain ke SUMBA

8:41:00 PM hanny arianty gultom 0 Comments

Saya selalu senang, suka dan bangga dengan kebudayaan yang ada di Indonesia. Dengan mengenal lebih dalam kebudayaan suatu daerah, dengan sendirinya kita bisa mengetahui sejarah dari daerah tersebut.  Bagaimana budaya membentuk peradaban sosial suatu daerah, memberikan ciri khas tersendiri dan juga menjadi harta yang paling berharga untuk sebuah negara. Oleh karena itu mengunjungi daerah daerah di Indonesia dan mengenal lebih dekat budaya di Indonesia adalah salah satu daftar keinginan saya.

Seminggu yang lalu, sekolah saya mengadakan acara "Festival of Nations" yang di mana dalam pekan tersebut banyak kegiatan kegiatan yang disuguhkan dari beberapa negara di dunia, seperti expo, games, pot luck, quiz, dan assembly; tetapi yang paling menarik mata saya adalah pergelaran kain ikat Sumba di sekitar halaman sekolah. Sepertinya mereka datang untuk saya, saya tidak perlu jauh jauh ke Sumba untuk bisa bertemu langsung dengan pengrajin ikat Sumba dan mengenal lebih dekat budaya mereka. Saya sangat beruntung!




Dalam kesempatan tersebut itulah saya melakukan sedikit kulik informasi tentang kain kain ikat yang di pamerkan di sana dengan Ibu Rambu Atta dan Bapak Deni. Beberapa hal yang saya dapat dari mereka adalah :

Motif Talak Ba yang sedang dipegang bapak Deni dan dipakai Ibu Rambu Atta
1. Pengerjaan satu kain Ikat Sumba dilakukan paling cepat selama 6 bulan dan bisa sampai 2 tahun jika dengan menggunakan benang yang ditenun sendiri. Oleh karena itu jangan heran kalau satu kain Ikat Sumba bisa dihargai jutaan bahkan puluhan juta rupiah.
2. Pewarnaan kain Ikat Sumba dilakukan dengan menggunakan pewarna alami dari alam dengan hanya 2 warna yang dihasilkan, biru dan merah. Biru didapat dari Nila dan Merah didapat dari akar mengkudu dan akar pace. Semakin lama warna yang dihasilkan akan semakin bagus bahkan tidak luntur. Dalam pargelaran kemarin saya melihat kain Ikat yang sudah hampir umurnya 100 tahun dan warnanya masih bagus sekali. (Sayang tidak sempat mengambil gambar karena sudah sempat dibeli orang).
3. Dahulu kebanyakan kain ikat sumba bermotif Talak Ba, yaitu motif yang dipakai untuk sarung orang Sumba, atas dan bawah sama yaitu dua arah. Jadi kalau untuk cara pakainya bisa diambil bagian tengahnya dan dilingkari ke pinggang untuk dijadikan sarung. Dan katanya kalau ada orang Sumba yang memakai songket berwarna putih dan merah di bagian tengah kain selain Raja , mereka akan dipanggil dan dihukum. 
4. Sekarang karena banyaknya pesanan yang meminta kain ikat untuk menjadi dekorasi maka kain ikatnya dibuat satu arah dari atas ke bawah. 
Proses pembuatan motif dilakukan kurang lebih selama dua minggu dan dikencangkan benangnya tiap hari.
5. Motif motif kain ikat Sumba sangat beragam dari binatang, pohon dan orang dan benar semua motifnya diambil dari sebuah cerita sejarah jaman dahulu. Ada motif kepala tengkorak yang digantung di bambu bambu (seperti gambar di atas) yang menceritakan kemenangan mereka dalam sebuah perang. Ibu Rambu Atta menjelaskan ada 3 motif yang sering muncul yaitu :
  - Motif burung Kaka Tua adalah simbol persatuan, konon katanya jika ada satu burung kaka tua bunyi maka semua orang orang Sumba akan berkumpul.
- Motif Pohon Kehidupan adalah kepercayaan adanya kehidupan setelah kematian yaitu kehidupan baru.
- Motif Udang, memiliki dua arti yaitu satu akan adanya hidup baru seperti pohon kehidupan, karena udang memiliki dua kulit dan juga simbol perdamaian. Ibu Rambu Atta juga bercerita dari dulu sampai sekarang di tempat pelosok (tidak berlaku di kota dengan kehidupan modernya), orang Sumba tidak bisa sembarang melakukan kesalahan dan meminta maaf begitu saja dengan kata kata. Mereka harus melakukan satu tradisi besar yang melibatkan satu rumpun keluarga dengan membawa kain atau emas sebagai tanda permintaan maaf mereka.
Mereka bercerita sebenarnya masih banyak pengrajin ikat Sumba yang masih bisa melakukan kerajinan tersebut, namun semakin sedikitnya yang ingin membeli bahkan menampung kain ikat untuk di jual ke luar Sumba, mereka harus berhenti dan mencari pekerjaan lain. Bagaimana tidak, pengerjaan kain ikat Sumba yang tidak sebentar itu tidak sebanding dengan kebutuhan ekonomi yang mendesak. Jadi sekarang kira kira pengrajin Ikat yang masih aktif perbandinganya adalah 1:100. Kalau pemerintah tidak memperhatikan ini, kemukinan pengrajin Ikat Sumba akan punah dan budaya ikat Sumba yang sangat berharga ini akan hilang ditelan waktu. Semoga saja tidak ya. Amin.

You Might Also Like

0 comments: